KATA PENGANTAR
Pertama-tama Saya ucapkan puji syukur kehadirat ALLAH SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga pembuatan makalah ini dapat
diselesaikan.
Saya membuat makalah ini dengan judul “Reformasi Bangsa”, Makalah
ini dibuat sebagai salah satu softskill pendidikan kewarganegaraan
semester ATA 2015/2016 .
Dalam membuat makalah ini Saya mendapat beberapa hambatan dan kesulitan.
Namun atas bantuan,dan bimbingan dari semua pihak akhirnya Saya dapat
menyelesaikannya. Sebelumnya Saya selaku penulis ingin berterima
kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu Saya dalam menyelesaikan makalah
ini, terutama kepada para narasumber yang sudah memberikan keterangan dan data
pendukung laporan ini.
Saya sebagai penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam
pembuatan makalah dan menyadari pula bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna. Maka dari itu, kritik dan saran yang bersifat membangun (konstruktif)
sangat Saya harapkan demi penyempurnaan di masa yang akan datang. Semoga
makalah yang Saya buat dapat bermanfaat bagi kita semua. Akhir kata Saya
sebagai Penyusun mengucapkan banyak terimakasih.
Jakarta,
28 April 2014
Prasetyo
Dwiputra
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR
BELAKANG
Awal keberhasilan gerakan reformasi ditandai dengan mundurnya Presiden Soeharto
dan kursi kepresidenan dan digantikan oleh wakil presiden Prof Dr. BJ.
Habibi pada tanggal 21 Mei 1998. Pemerintahan
Habibie inilah yang merupakan pemerintahan transisi yang akan
membawa Indonesia untuk melakukan reformasi secara menyeluruh serta
menata system ketatanegaraan yang lebih demokratis dengan mengadakan perubahan
UUD 1945 agar lebih sesuai dengan tuntutan
zaman.
1.2 Rumusan Masalah
1 Pengertian
Reformasi ?
2 Penjelasan
Makna Reformasi ?
1.3 Tujuan Masalah
Diharapkan pembaca dapat menjadikan tulisan ini sebagai bahan pembelajaran dan
lebih memahami Reformasi yang dapat memperbaiki nasib bangsa dan mengangkat
harkat dan martabat bangsa dari pandangan luar dan makna apa yang dapat diambil
dari Reformasi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Materi
Reformasi bergulir kita belum melihat hasil yang signifikan,yang menonjol
baru kebebasan mengeluarkan pendapat sebagaimana yang dikemukakan
pakar-pakar,LSM,media masa,dan demo yang menjadi konsumsi kita sehari-hari yang
dapat membingungkan masyarakat awma dan menjadi penghambat pembangunan
nasional.
2.2 Pengertian Reformasi
Reformasi dapat pula diartikan sebagai suatu tindakan perbaikan dari sesuatu
yang dianggap kurang atau tidak baik tanpa melakukan perusakan-perusakan
pranata yang sudah ada. Pranata yang dimaksudkan disini adalah sistem tingkah
laku sosial yang bersifat resmi serta adat istiadat dan norma yang mengatur
tingkah laku itu, dan seluruh perlengkapannya dalam berbagai kompleksitas
manusia didalam masyarakat. Reformasi yang terjadi menyusul jatuhnya Orde
Baru ternyata tidak seperti yang diharapkan yaitu reformasi yang mampu
mengadakan perubahan kehidupan yang berarti bagi sebagian besar masyarakat
Indonesia. Selain itu reformasi juga diharapkan untuk mampu memerangi Korupsi,
Kolusi dan Nepotisme ( KKN ) dan membentuk pemerintahan yang bersih
ternyata masih jauh dari realita. Praktek KKN dalam birokrasi
pemerintahan dan pelayanan public masih terus berlangsung malah semakin
merajalela.
Keinginan masyarakat untuk menikmati pelayanan publik yang efisien,
responsive dan akuntabel masih jauh dari harapan. Masuknya orang-orang
baru dalam pemerintahan, baik di legislatif maupun eksekutif juga
tidak mampu menciptakan perubahan yang berarti dalam kinerja pemerintahan.
Bahkan banyak diantara mereka akhirnya terperangkap dalam lumpur KKN dan
ikut memperburuk kinerja birokrasi dan pelayanan publik.
2.3 Makna Reformasi
Reformasi adalah era baru dari perjalanan bangsa
Indonesia, sebuah jalan menuju cita-cita awal pejuang 45 yang terangkum dalam Pancasila
dan UUD 1945. Kehadiran era ini, muncul dari keresahan masyarakat atas
penyimpangan-penyimpangan yang mencedari tujuan awal terbentuknya NKRI.
Sebuah kepercayaan dari keinginan luhur untuk mewujudkan kehidupan berbangsa
Yang Berdaulat Adil Dan makmur.
Gerakan mahasiswa yang menumbangkan Suharto tidak lahir begitu saja, ia hanya
puncak dari kekesalan yang setiap hari terus berkembang biak. Hingga pada
akhirnya muncullah gerakan besar yang dapat meruhtuhkan kekuasaan Suharto, di
mana sebelumnya ia ditakuti oleh masyarakat, karena setiap ada aksi protes atas
kebijakannya langsung ditangkap dan kadang tak urung kembali pada keluarganya.
2.4 Yang harus di buat dalam Membangun Bangsa
dan Negara
Persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia yang kita rasakan saat ini, itu terjadi
dalam proses yang dinamis dan berlangsung lama, karena persatuan dan kesatuan
bangsa terbentuk dari proses yang tumbuh dari unsur-unsur sosial budaya
masyarakat Indonesia sendiri, yang ditempa dalam jangkauan waktu yang lama
sekali.
Unsur-unsur sosial budaya itu antara lain seperti sifat kekeluargaan dan jiwa
gotong-royong. Kedua unsur itu merupakan sifat-sifat pokok bangsa Indonesia
yang dituntun oleh asas kemanusiaan dan kebudayaan.Karena masuknya kebudayaan
dari luar, maka terjadi proses akulturasi (percampuran kebudayaan). Kebudayaan
dari luar itu adalah kebudayaan Hindu, Islam, Kristen dan unsur-unsur
kebudayaan lain yang beraneka ragam. Semua unsur-unsur kebudayaan dari luar
yang masuk diseleksi oleh bangsa Indonesia.Terdapat beberapa prinsip yang juga
harus kita hayati serta kita pahami lalu kita amalkan.Prinsip-prinsip itu
adalah sebagai berikut:
2.4.1 Prinsip Bhineka Tunggal Ika
Prinsip ini mengharuskan kita mengakui bahwa bangsa Indonesia merupakan bangsa
yang terdiri dari berbagai suku, bahasa, agama dan adat kebiasaan yang
majemuk. Hal ini mewajibkan kita bersatu sebagai bangsa Indonesia.
2.4.2 Prinsip Nasionalisme Indonesia
Kita mencintai bangsa kita, tidak berarti bahwa kita mengagung-agungkan bangsa
kita sendiri. Nasionalisme Indonesia tidak berarti bahwa kita merasa lebih
unggul dari pada bangsa lain. Kita tidak ingin memaksakan kehendak kita kepada
bangsa lain, sebab pandangan semacam ini hanya mencelakakan kita. Selain tidak
realistis, sikap seperti itu juga bertentangan dengan sila Ketuhanan Yang Maha
Esa dan Kemanusiaan yang adil dan beradab.
2.4.3 Prinsip Kebebasan yang Bertanggungjawab
Manusia Indonesia adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Ia
memiliki kebebasan dan tanggung jawab tertentu terhadap dirinya, terhadap
sesamanya dan dalam hubungannya dengan Tuhan Yang maha Esa.
2.4.4 Prinsip Wawasan Nusantara
Dengan wawasan itu, kedudukan manusia
Indonesia ditempatkan dalam kerangka kesatuan politik, sosial, budaya,
ekonomi, serta pertahanan keamanan. Dengan wawasan itu manusia
Indonesia merasa satu, senasib sepenanggungan, sebangsa dan setanah air,
serta mempunyai satu tekad dalam mencapai cita-cita pembangunan nasional.
2.4.5 Prinsip Persatuan Pembangunan
untuk Mewujudkan Cita-cita Reformasi
Dengan semangat persatuan Indonesia kita harus dapat mengisi kemerdekaan
serta melanjutkan pembangunan menuju masyarakat yang adil dan makmur.
2.5 Batas-batas yang harus dijaga,
Supaya tidak menggangu Stabilitas Nasional
Reformasi sudah berjalan sekitar 12 tahun, dibanding masa orde
baru, perubahan sistem demokrasi di negeri ini memang cukup drastis.
Perubahan yang mencolok antara lain kebebasan berbicara, berpendapat, dan
mendapatkan informasi sudah melampaui batas-batas yang diharapkan, semuanya
bebas sensor. Kini, setiap orang bebas berbicara atau mengungkapkan
pendapatnya, bahkan mengkritik, menghujat, hingga mencerca orang nomor
satu di negeri ini pun bukan hal yang tabu lagi.
Bandingkan dengan masa Pak Harto ketika berkuasa, tak ada satu
pun yang berani terang-terangan mengkritik beliau. Isi media massa kala itu pun
hampir seragam, tak ada yang terang-terangan mengkritisi kebijakan Pak Harto.Sekarang,
untuk mengkritisi penguasa maupun wakil rakyat tak perlu pakai jurus sindir
menyindir atau menjadi penyanyi seperti Iwan Fals. Secara eksplisit,
semua bebas mengkritisi dengan terang-terangan.
Terkadang etika berbicara pun hampir tak ada. Itulah buah dari reformasi. Tak
heran kalau Pak SBY membangga-banggakan kemajuan demokrasi di
negeri ini dalam pidato kenegaraannya 16 Agustus lalu. Dan tak heran
pula kalau Indonesia menjadi negara demokrasi terbesar setelah Amerika
Serikat dan India.
Reformasi merupakan suatu gerakan yang menghendaki adanya perubahan
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara ke arah yang lebih baik
secara konstitusional. Artinya, adanya perubahan kehidupan dalam bidang
politik, ekonomi, hukum, sosial, dan budaya yang lebih baik, demo-kratis
berdasarkan prinsip kebebasan, persamaan, dan persaudaraan. Gerakan reformasi
lahir sebagai jawaban atas krisis yang melanda berbagai segi kehidupan. Krisis
politik, ekonomi, hukum, dan krisis sosial merupakan faktor-faktor yang
mendorong lahirnya gerakan reformasi. Bahkan, krisis kepercayaan telah menjadi
salah satu indikator yang menentukan. Artinya, reformasi dipandang sebagai
gerakan yang tidak boleh ditawar-tawar lagi dan karena itu, hampir seluruh
rakyat Indonesia mendukung sepenuhnya gerakan tersebut. Dengan semangat
reformasi, rakyat Indonesia menghendaki adanya pergantian kepemimpinan nasional
sebagai langkah awal. Pergantian kepemimpinan nasional diharapkan dapat
memperbaiki kehidupan politik, ekonomi, hukum, sosial, dan budaya. Semua itu
merupakan jalan menuju terwujudnya kehidupan yang aman, tenteram, dan damai.
Rakyat tidak mempermasalahkan siapa yang akan pemimpin nasional, yang penting
kehidupan yang adil dalam kemakmuran dan makmur dalam keadilan dapat segera
terwujud (cukup pangan, sandang, dan papan). Namun demikian, rakyat Indonesia
mengharapkan agar orang yang terpilih menjadi pemimpin nasional adalah orang
yang peduli terhadap kesulitan masyarakat kecil dan krisis sosial.
Reformasi di bagi dalam 3 bentuk :
3 Reformasi
Prosedural, adalah tuntutan untuk melakukan perubahan pada tataran
normatif atau aturan perundang-undangan dari yang berbentuk otoriter menuju
aturan demokratis. Undang- Undang yang mengatur bidang politik harus menjamin
adanya ruang kebebasan bagi masyarakat untuk melakukan aktifitas politik.
Undang- Undang yang mengatur bidang sosial budaya harus memberikan kesempatan
masyarakat untuk membentuk kelompok sosial sebagai ekspresi kolektif dari
identitas masing- masing. Undang-undang yang mengatur bidang ekonomi harus
melindungi kepentingan masyarakat umum (ekonomi kerakyatan) bukan pengusaha dan
penguasa. Begitulah kira- kira gambaran umum arah reformasi prosedural. Pada
konteks ini, hemat penulis , Indonesia dapat dikatakan telah menjalankan
reformasi prosedural itu. Pasca tahun 1998, peraturan perundang- undangan telah
banyak dirubah bahkan peraturan yang mendasari berdirinya Republik Indonesia
yaitu Undang-Undang Dasar 1945 sudah empat kali dilakukan perubahan
(amandemen).
Undang-Undang No 5 Tahun 1974 tentang pokok-pokok pemerintah daerah yang
dinilai sentralistik telah dirubah menjadi Undang-Undang 22 Tahun 1999 dan
dirubah lagi menjadi Undang-undang No 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah
yang menjunjung tinggi asas demokrasi yaitu dengan adanya desentralisasi
kekuasaan dan kewenangan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Pembahasan
perubahan kesemua undang-undang tidak mungkin
2
Undang-Undang No 5 Tahun 1974 tentang
pokok-pokok pemerintah daerah yang dinilai sentralistik telah dirubah menjadi
Undang-Undang 22 Tahun 1999 dan dirubah lagi menjadi Undang-undang No 32 tahun
2004 tentang pemerintah daerah yang menjunjung tinggi asas demokrasi yaitu
dengan adanya desentralisasi kekuasaan dan kewenangan dari pemerintah pusat ke
pemerintah daerah. Pembahasan perubahan kesemua undang-undang tidak mungkin
dibahas pada tulisan ini. Setidaknya dalam era reformasi ini secara prosedural
terbersit harapan adanya repositioning pola relasi antara masyarakat dan
negara, seperti yang dicatat oleh Lukman Hakim dalam bukunya yang berjudul
Revolusi Sistemik (2003:196) di era reformasi, negara telah memberi kesempatan
seluas mungkin kepada rakyat untuk melakukan usaha-usaha produktif guna
memperkuat posisi tawarnya terhadap negara.Pertanyaannya, rakyat yang mana yang
dapat merasakan reformasi prosedural itu? Rakyat, menurut Gramsci ada tiga
model yakni rakyat kapital, rakyat politik kolektif, dan rakyat proletar. Hemat
penulis, selama ini reformasi prosedural hanya dinikmati oleh rakyat kapital
(konglomerat) dan rakyat politik kolektif (Parpol,LSM). Sedangkan rakyat
proletar (masyarakat tani dan buruh) hanya menjadi penonton, objek politik, dan
bahkan seringkali di eksploitasi oleh politikus, pengusaha, dan penguasa.
3 Reformasi
Struktural, adalah tuntutan perubahan institusional negara dari
birokratik menuju birokrasi. Birokratik adalah lembaga negara yang hirarkis,
sentralistik dan otoriter. Birokrasi adalah lembaga negara yang responsif,
penegak keadilan, transparantif, dan demokratis yang menegakkan istilah-istilah
suport system reformasi yang diuaraikan diawal tulisan ini. Terbentuknya
sejumlah lembaga non struktural (komisi) menandakan Indonesia telah masuk pada
reformasi struktural. Komisi adalah Lembaga ekstra struktural yang memiliki fungsi
pengawasan, mengandung unsur pelaksanaan atau bersentuhan langsung dengan
masyarakat atau pihak selain instansi pemerintah (lapis primary),
biasanya anggota terdiri dari masyarakat atau profesional dan kedudukan
sekretariat tidak menempel dengan instansi pemerintah konvensional. Pasca
gerakan reformasi 1998 hingga saat ini lembaga non struktural berjumlah 12
komisi, yakni: Komisi Pemberantasan Korupsi, Komisi Yudisial, Komisi Hukum
Nasional, Komisi Ombudsman, Komisi Nasional HAM, Komisi Kepolisian Negara,
Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Komisi Penyiaran Nasional, Komisi Pemilihan
Umum, Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Komisi Penghapusan Kekerasan terhadap
Perempuan, Komisi Kejaksaan. Lembaga non struktural tersebut memiliki
kewenangan, yakni: meminta bantuan, melakukan kerjasama dan atau koordinasi
dengan aparat atau institusi terkait, melakukan pemeriksaan (investigasi),
mengajukan pernyataan pendapat, melakukan penyuluhan, melakukan kerjasama
dengan perseorangan, LSM, Perguruan Tinggi, Instansi Pemerintah, Memonitor dan
mengawasi sesuai dengan bidang tugas, Menyusun dan menyampaikan laporan rutin
dan insidentil, Meningkatkan kemampuan dan keterampilan anggota. Pada umumnya,
komisi-komisi tersebut memiliki kewenangan untuk menegakkan keadilan dan membantu
masyarakat untuk memonitoring, membina, mengawasi, dan menyelidiki proses kerja
lembaga negara, Presiden,MA,MK,DPR,DPD, dan seluruh jajaran birokrasi
dibawahnya agar menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik sehingga
terwujudnya pemerintahan yang bersih dan baik (clean and good governance) yaitu
birokrasi yang sanggup menempatkan dirinya sebagai pelayan masyarakat.
4 Reformasi
Kultural, adalah tuntutan untuk melakukan perubahan pola pikir,
cara pandang, dan budaya seluruh elemen bangsa untuk menerima segala perubahan
menuju bangsa yang lebih baik. Reformasi kultural merupakan kata kunci untuk
mewujudkan agenda reformasi prosedural dan struktural yang dijelaskan di atas.
Tanpa adanya reformasi kultural, reformasi prosedural dan struktural hanyalah sebuah
simbol yang tidak memiliki makna apa-apa. Diandaikan sebuah komputer, reformasi
prosedural dan kultural adalah hadwernya, reformasi kultural adalah sofwernya.
Hadwer tanpa sofwer itu bukan dikatakan komputer yang baik.
Sebab-sebab Lahirnya Reformasi
Kesulitan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pokok merupa-kan faktor
atau penyebab utama lahirnya gerakan reformasi. Namun, persoalan itu tidak
muncul secara tiba-tiba. Banyak faktor yang mem-pengaruhinya, terutama
ketidakadilan dalam kehidupan politik, ekonomi, dan hukum. Pemerintahan orde
baru yang dipimpin Presiden Suharto selama 32 tahun, ternyata tidak konsisten
dan konsekuen dalam melak-sanakan cita-cita orde baru. Pada awal kelahirannya
tahun 1966, orde baru bertekad untuk menata kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Masih ingatkah kamu akan
pengertian orde baru?
Orde baru adalah tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara berdasarkan pelaksanaan pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
Namun dalam pelaksanaannya, pemerintahan orde baru banyak melakukan
penyimpangan terhadap nilai-nilai Pancasila dan ketentuan-ketentuan yang
tertuang dalam UUD 1945 yang sangat merugikan rakyat kecil. Bahkan, Pancasila
dan UUD 1945 hanya dijadikan legitimasi untuk mempertahankan kekuasaan.
Penyimpangan-penyimpangan itu telah melahirkan krisis multidimensional yang
menjadi penyebab umum lahirnya gerakan reformasi, seperti:
1. Krisis
politik
Krisis politik yang terjadi pada tahun 1998 merupakan puncak dari
berbagai kebijakan politik pemerintahan orde baru. Berbagai kebijakan politik
yang dikeluarkan pemerintahan orde baru selalu dengan alasan dalam kerangka
pelaksanaan demokrasi Pancasila. Namun yang sebe-narnya terjadi adalah dalam
rangka mempertahankan kekuasaan Presiden Suharto dan kroni-kroninya. Artinya,
demokrasi yang dilaksa-nakan pemerintahan orde baru bukan demokrasi yang
semestinya, melainkan demokrasi rekayasa. Dengan demikian, yang terjadi bukan
demokrasi yang berarti dari, oleh, dan untuk rakyat, melainkan demokrasi yang
berarti dari, oleh, dan untuk penguasa.
Pemerintahan orde baru selalu melakukan intervensi terhadap ke-hidupan
politik. Misalnya, ketika Kongres Partai Demokrasi Indonesia (PDI) memilih
Megawati Soekarnoputri sebagai ketua partai, sedangkan pemerintahan Suharto
menunjuk Drs. Suryadi sebagai ketua PDI. Keja-dian itu mengakibatkan keadaan
politik dalam negeri mulai memanas. Namun, pemerintahan orde baru yang didukung
Golongan Karya (Golkar) merasa tidak bersalah. Keadaan itu sengaja direkayasa
oleh pemerintah dalam rangka memenangkan pemilihan umum secara mutlak seperti
tahun-tahun sebelumnya.
Rekayasa-rekayasa politik terus dibangun oleh pemerintah orde baru
sehingga pasal 2 UUD 1945 tidak dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya. Pasal
2 UUD 1945 berbunyi bahwa: 'Kedaulatan ada di tangan rakyat dan dilaksanakan
sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat'. Namun dalam kenyataannya,
kedaulatan ada di tangan seke-lompok orang tertentu. Anggota MPR sudah diatur
dan direkayasa sehingga sebagian besar anggota MPR itu diangkat berdasarkan
ikatan kekeluargaan (nepotisme). Oleh karena itu, tidak mengherankan
apabila anggota MPR/DPR terdiri dari para istri, anak, dan kerabat dekat para
pejabat negara.
Keadaan itu mengakibatkan munculnya rasa tidak percaya masya-rakat
terhadap institusi pemerintah, MPR, dan DPR. Ketidakpercayaan itulah yang
menyebabkan lahirnya gerakan reformasi yang dipelopori para mahasiswa dan
didukung oleh para dosen maupun kaum cendekia-wan. Mereka menuntut agar segera
dilakukan pergantian presiden, reshuffle kabinet, menggelar Sidang
Istimewa MPR, dan melaksanakan pemilihan umum secepatnya. Gerakan reformasi
menuntut untuk mela-kukan reformasi total dalam segala bidang kehidupan,
termasuk keang-gotaan MPR dan DPR yang dipandang sarat KKN.
Di samping itu, gerakan reformasi juga menuntut agar dilakukan pembaruan
terhadap lima paket undang-undang politik yang dianggap sebagai sumber
ketidakadilan. Keadaan partai-partai politik dan Golkar dianggap tidak mampu
menampung dan memperjuangkan aspirasi masyarakat. Pembangunan nasional selama
pemerintahan orde baru dipandang telah gagal mewujudkan kehidupan masyarakat
yang adil dalam kemakmuran dan makmur dalam keadilan. Bahkan, pembangun-an
nasional telah mengakibatkan terjadinya ketimpangan politik, ekonomi, dan
sosial.
Krisis politik semakin memanas, setelah terjadi peristiwa kelabu pada
tanggal 27 Juli 1996. Peristiwa itu sebagai akibat pertikaian internal dalam
tubuh PDI. Kelompok PDI pimpinan Suryadi menyerbu kantor pusat PDI yang masih
ditempati oleh PDI pimpinan Megawati. Peristiwa itu menimbulkan kerusuhan yang
membawa korban, baik kendaraan, rumah, pertokoan, perkantoran, dan korban jiwa.
Pada dasarnya, peristiwa itu merupakan ekses dari kebijakan dan rekayasa politik
yang dibangun pemerintahan orde baru.
Pada masa orde baru, kehidupan politik sangat represif, yaitu ada-nya
tekanan yang kuat dari pemerintah terhadap pihak oposisi atau orang-orang yang
berpikir kritis. Ciri-ciri kehidupan politik yang represif, di antaranya:
1. Setiap orang
atau kelompok yang mengkritik kebijakan pemerintah dituduh sebagai tindakan subversif
(menentang Negara Kesatuan Republik Indonesia).
2. Pelaksanaan Lima
Paket UU Politik yang melahirkan demokrasi semu atau demokrasi rekayasa.
3. Terjadinya korupsi,
kolusi, dan nepotisme (KKN) yang merajalela dan masyarakat tidak memiliki
kebebasan untuk mengontrolnya.
4. Pelaksanaan Dwi
Fungsi ABRI yang memasung kebebasan setiap warga negara (sipil) untuk ikut
berpartisipasi dalam pemerintahan.
5. Terciptanya
masa kekuasaan presiden yang tak terbatas. Meskipun Suharto dipilih menjadi
presiden melalui Sidang Umum MPR, tetapi pemilihan itu merupakan hasil rekayasa
dan tidak demokratis.
Ciri-ciri itulah yang menjadi isi tuntutan atau agenda reformasi di
bidang politik.
Sepanjang tahun 1996, telah terjadi pertikaian sosial dan politik dalam
kehidupan masyarakat. Kerusuhan terjadi di mana-mana, seperti pada bulan
Oktober 1996 di Situbondo (Jatim), Desember 1996 di Tasikmalaya (Jabar) dan di
Sanggau Ledo yang meluas ke Singkawang dan Pontianak (Kalbar). Ketegangan
politik terus berlanjut sampai menjelang Pemilu Tahun 1997 yang berubah menjadi
konflik antar etnik dan agama. Pada bulan Maret 1997, terjadi kerusuhan di
Pekalongan (Jateng) yang meluas ke seluruh wilayah Indonesia. Bahkan, kerusuhan
di Banjarmasin meminta korban jiwa yang tidak sedikit jumlahnya. Keadaan itulah
yang ikut mendorong lahirnya gerakan reformasi.
Kekecewaan rakyat semakin memuncak ketika semua fraksi di DPR/MPR
mendukung pencalonan Suharto sebagai presiden untuk masa jabatan 1998-2003.
Dalam Sidang Umum MPR bulan Maret 1998, Suharto terpilih sebagai Presiden RI
dan B.J. Habibie sebagai Wakil Presiden untuk masa jabatan 1998-2003. Bahkan,
MPR menetapkan beberapa ketetapan yang memberikan kewenangan khusus kepada
presiden untuk mengendalikan negara. Semua itu tidak dapat dipisahkan dari
komposisi keanggotaan MPR yang lebih mengarah pada hasil-hasil nepotisme.
Kekecewaan masyarakat terus bergulir dan berusaha menekan kepemimpinan
Presiden Suharto melalui berbagai demonstrasi. Para mahasiswa, anggota LSM,
cendekiawan semakin marah ketika bebe-rapa aktivitis ditangkap oleh aparat
keamanan. Gerakan reformasi tidak dapat dibendung dan dipandang sebagai
satu-satunya jawaban untuk menata kehidupan masyarakat Indonesia yang lebih
baik.
1. Krisis
hukum
Rekayasa-rekayasa yang dibangun pemerintahan orde baru tidak terbatas
pada bidang politik. Dalam bidang hukum pun, pemerintah melakukan intervensi.
Artinya, kekuasaan peradilan harus dilaksanakan untuk melayani kepentingan para
penguasa dan bukan untuk melayani masyarakat dengan penuh keadilan. Bahkan,
hukum sering dijadikan alat pembenaran para penguasa. Kenyataan itu
bertentangan dengan ketentuan pasa 24 UUD 1945 yanf menyatakan bahwa 'kehakiman
me-miliki kekuasaan yang merdeka dan terlepas dari kekuasaan pemerintah
(eksekutif)'.
Sejak munculnya gerakan reformasi yang dimotori para mahasiswa, masalah
hukum telah menjadi salah satu tuntutannya. Masyarakat menghendaki adanya
reformasi di bidang hukum agar setiap persoalan dapat ditempatkan pada
posisinya secara proporsional. Terjadinya ke-tidakadilan dalam kehidupan
masyarakat, salah satunya disebabkan oleh sistem hukum atau peradilan yang
tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Oleh karena itu, para mahasiswa menuntut
agar reformasi di bidang hukum dipercepat pelaksanaannya. Kekuasaan kehakiman
yang merdeka merupakan salah satu pilar terwujudnya kehidupan yang demo-kratis,
sekaligus sebagai wahana untuk mengadili seseorang sesuai dengan kesalahannya.
1. Krisis
ekonomi
Krisis moneter yang melanda negara-negara Asia Tenggara sejak Juli 1996
mempengaruhi perkembangan perekonomian Indonesia. Ter-nyata, ekonomi Indonesia
tidak mampu menghadapi krisis global yang melanda dunia. Krisis ekonomi
Indonesia diawali dengan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika
Serikat. Pada tanggal 1 Agus-tus 1997, nilai tukar rupiah turun dari Rp
2,575.oo menjadi Rp 2,603.oo per dollar Amerika Serikat. Pada bulan Desember
1997, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat turun menjadi Rp
5,000.oo per dollar. Bahkan, pada bulan Maret 1998, nilai tukar rupiah terus
melemah dan mencapai titik terendah, yaitu Rp 16,000.oo per dollar.
Melemahnya nilai tukar rupaih mengakibatkan pertumbuhan eko-nomi
Indonesia menjadi 0% dan iklim bisnis semakin bertambah lesu. Kondisi moneter
Indonesia mengalami keterpurukan dan beberapa bank harus dilikuidasi pada akhir
tahun 1997. Untuk membantu bank-bank yang bermasalah, pemerintah membentuk Badan
Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) dan mengeluarkan Kredit Likuiditas Bank
Indonesia (KLBI). Ternyata, usaha pemerintah itu tidak dapat mem-berikan hasil
karena pinjaman bank-bank bermasalah justru semakin besar.
Keadaan di atas mengakibatkan pemerintah harus menanggung beban hutang
yang sangat besar. Di samping itu, kepercayaan dunia internasional terhadap
Indonesia semakin menurun dan gairah investasi pun semakin melemah. Pada tahun
1998, pemerintah Indonesia mem-buat kebijakan uang ketat dan bunga bank tinggi
guna membangun kepercayaan dunia internasional. Namun, krisis moneter tetap
tidak dapat diatasi.
Banyak perusahaan yang tidak mampu membayar hutang-hutang luar
negerinya, meskipun telah jatuh tempo. Oleh karena itu, beberapa perusahaan
harus mengurangi kegiatannya dan sebagian lagi harus menghentikan kegiatannya
sama sekali. Akibatnya, pemutusan hubungan kerja (PHK) terjadi di mana-mana.
Angka penganggguran pun terus meningkat dan daya beli masyarakat terus melemah.
Kesenjangan ekonomi yang telah terjadi sebelumnya semakin melebar seiring
dengan terjadinya krisis ekonomi.
Kondisi perekonomian nasional semakin memburuk pada akhir tahun 1997
sebagai akibat persediaan sembako semakin menipis dan menghilang dari pasar.
Akibatnya, harga-harga sembako semakin tinggi. Kekurangan makanan dan kelaparan
melanda beberap wilayah Indonesia, seperti di Irian Barat (Papua), Nusa
Tenggara Timur, dan beberapa daerah di pulau Jawa. Untuk mengatasi persoalan
itu, peme-rintah meminta bantuan kepada Dana Moneter Internasional (IMF).
Namun, bantuan dana dari IMF belum dapat direalisasikan. Padahal, pemerintah
Indonesia telah menandatangani 50 butir kesepahaman, Letter of Intent (LoI)
pada tanggal 15 Januari 1998.
Krisis ekonomi yang melanda Indonesia tidak dapat dipisahkan dari
berbagai kondisi, seperti:
a Hutang
Luar Negeri Indonesia. Hutang luar negeri Indonesia yang sangat
besar menjadi penyebab terjadinya krisis ekonomi. Meskipun, hutang itu bukan
sepenuhnya hutang negara, tetapi sangat besar pengaruhnya terhadap upaya-upaya
untuk mengatasi krisis ekonomi. Sampai bulan Februari 1998, sebagaimana
disampaikan Radius Prawiro pada Sidang Pemantapan Ketahanan Ekonomi yang
dipim-pin Presiden Suharto di Bina Graha, hutang Indonesia telah menca-pai
63,462 dollar Amerika Serikat, sedangkan hutang swasta menca-pai 73,962 dollar
Amerika Serikat.
b Pelaksanaan
Pasal 33 UUD 1945. Pemerintah orde baru ingin men-jadikan negara
RI sebagai negara industri. Keinginan itu tidak sesuai dengan kondisi nyata
masyarakat Indonesia. Masyarakat Indonesia merupakan sebuah masyarakat agraris
dengan tingkat pendidikan yang sangat rendah (rata-rata). Oleh karena itu,
mengubah Indonesia menjadi negara industri merupakan tugas yang sangat sulit
karena masyarakat Indonesia belum siap untuk bekerja di sektor industri. Itu
semua merupakan kesalahan pemerintahan orde baru karena tidak dapat
melaksanakan pasal 33 UUD 1945 secara konsisten dan kon-sekuen.
c Pemerintahan
Sentralistik. Pemerintahan orde baru sangat sentral-istik sifatnya
sehingga semua kebijakan ditentukan dari Jakarta. Oleh karena itu, peranan
pemerintah pusat sangat menentukan dan peme-rintah daerah hanya sebagai
kepanjangan tangan pemerintah pusat. Misalnya, dalam bidang ekonomi, di mana
semua kekayaan diangkut ke Jakarta sehingga peme-rintah daerah tidak dapat
mengembang-kan daerahnya. Akibatnya, terjadilah ketimpangan ekonomi antara
pusat dan daerah. Keadaan itu mempersulit Indonesia dalam menga-tasi krisis
ekonomi karena daerah tidak tidak mampu memberikan kontribusi yang memadai.
1. Krisis
sosial
Krisis politik, hukum, dan ekonomi merupakan penyebab terjadinya krisis
sosial. Pelaksanaan politik yang represif dan tidak demokratis menyebabkan
terjadinya konflik politik maupun konflik antar etnis dan agama. Semua itu
berakhir pada meletusnya berbagai kerusuhan di beberapa daerah. Pelaksanaan
hukum yang berkeadilan sering menim-bulkan ketidakpuasan yang mengarah pada
terjadinya demonstrasi-demonstrasi maupun kerusuhan. Sementara, ketimpangan
perekono-mian Indonesia memberikan sumbangan terbesar terhadap krisis sosial.
Pengangguran, persediaan sembako yang terbatas, tingginya harga-harga sembako,
rendahnya daya beli masyarakat merupakan faktor-faktor yang rentan terhadap
krisis sosial.
Krisis sosial dapat terjadi di mana-mana tanpa mengenal waktu dan
tempat. Tingkat pendidikan masyarakat yang rendah dapat menjadi faktor penentu
karena sebagian besar warga masyarakat tidak mampu mengendalikan dirinya.
Sementara, para mahasiswa dan para cende-kiawan dengan kemampuannya dapat
mengkritisi berbagai kebijakan pemerintah. Untuk itu, salah satu jalan yang
sering ditempuh adalah melakukan demonstrasi secara besar-besaran. Semangat
para maha-siswa telah mendorong para buruh, petani, nelayan, pedagang kecil
untuk melakukan demonstrasi. Semua itu merupakan sumber krisis sosial.
Demonstrasi-demonstrasi yang tidak terkendali mengakibatkan kehidupan di
perkotaan diliputi kecemasan, rasa takut, tidak tenteram dan tenang. Situasi
yang tidak terkendali telah mendorong sebagian masyarakat, terutama dari etnis
Cina untuk memilih pergi ke luar negeri dengan alasan keamanan.
1. Krisis
kepercayaan
Krisis multidimensional yang melanda bangsa Indonesia telah mengurangi
kepercayaan masyarakat terhadap kepemimpinan Presiden Suharto. Ketidakmampuan
pemerintah dalam membangun kehidupan politik yang demokratis, menegakkan
pelaksanaan hukum dan sistem peradilan, dan pelaksanaan pembangunan ekonomi
yang berpihak kepada rakyat banyak telah melahirkan krisis kepercayaan.
Demonstrasi bertambah gencar dilaksanakan oleh para mahasiswa, terutama setelah
pemerintah mengumumkan kenaikan harga BBM dan ongkos angkutan pada tanggal 4
Mei 1998. Puncak aksi mahasiswa terjadi pada tanggal 12 Mei 1998 di Universitas
Trisakti Jakarta. Aksi mahasiswa yang berlangsung secara damai telah berubah menjadi
aksi kekerasan, setelah tertembaknya empat orang mahasiswa, yaitu Elang
Mulia Lesmana, Hendriawan Lesmana, Heri Hertanto, dan Hafidhin Royan. Sedangkan
para mahasiswa yang menderita luka ringan dan luka parah pun tidak sedikit
jumlah, setelah bentrok dengan aparat keamanan yang berusaha membubarkan para
demonstran.
Pada waktu tragedi Trisakti terjadi, Presiden Suharto sedang menghadiri
KTT G-15 di Kairo, Mesir. Masyarakat menuntut Presiden Suharto sebagai pemegang
kekuasaan pemerintahan bertanggung jawab atas tragedi tersebut. Pada tanggal 15
Mei 1998, Presiden Suharto kembali ke Tanah Air dan masyarakat menuntut agar
Presiden Suharto mengundurkan diri. Bahkan, beberapa kawan terdekatnya
men-desak agar Presiden Suharto segera mengundurkan diri. Dengan demi-kian,
tuntutan pengunduran diri itu tidak hanya datang dari para maha-siswa dan para
oposisi politiknya.
Kunjungan para mahasiswa ke gedung DPR/MPR yang semula untuk mengadakan
dialog dengan para pimpinan DPR/MPR telah berubah menjadi mimbar bebas. Para
mahasiswa lebih memilih tetap tinggal di gedung wakil rakyat itu, sebelum
tuntutan reformasi total dipenuhinya. Akhirnya, tuntutan mahasiswa tersebut
mendapat tanggap-an dari Harmoko sebagai pimpinan DPR/MPR. Pada tanggal 18 Mei
1998, pimpinan DPR/MPR mengeluarkan pernyataan agar Presiden Suharto
mengundurkan diri. Namun, himbauan pimpinan DPR/MPR agar Presiden Suharto
mengundurkan diri dianggap sebagai pendapat pribadi oleh pimpinan ABRI. Oleh
karena itu, ketidakjelasan sikap elite politik nasional telah mengundang banyak
mahasiswa untuk berdatangan ke gedung DPR/MPR.
Untuk menyikapi perkembangan yang terjadi, Presiden Suharto mengadakan
pertemuan dengan tokoh-tokoh agama dan tokoh-tokoh masyarakat di Jakarta.
Kemudian, Presiden Suharto mengumumkan tentang pembentukan Dewan Reformasi, perombakan
Kabinet Pembangunan VII, segera melakukan Pemilu, dan tidak bersedia dicalonkan
kembali. Namun, usaha Presiden Suharto tersebut tidak dapat dilaksanakan karena
sebagian besar orang menolak untuk duduk dalam Dewan Reformasi dan seorang
menteri menyatakan mundur dari jabatannya. Keadaan itu merupakan bukti bahwa
Presiden Suharto telah menghadapi krisis kepercayaan, baik dari para mahasiswa,
aktivis LSM, pihak oposisi, para cendekiawan, tokoh agama dan masyarakat, maupun
dari kawan-kawan terdekatnya.
Akhirnya, pada tanggal 21 Mei 1998, Presiden Suharto menyatakan
mengundurkan diri (berhenti) sebagai Presiden RI dan menyerahkan kekuasaan
kepada Wakil Presiden. Pada saat itu juga Wakil Presiden B.J. Habibie diambil
sumpahnya oleh Mahkamah Agung sebagai Presiden Republik Indonesia yang baru di
Istana Negara.
Agenda reformasi yang disuarakan para mahasiswa mencangkup beberapa
tuntutan, seperti :
·
Adili suharto dan kroni – kroninya,
·
Laksanakan amandemen UUD 1945
·
Penghapusan dwi fungsi ABRI
·
Pelaksanaan otonomi daerah yang seluas – luasnya
·
Tegakan supremasi hukum
·
Ciptakan pemerintahan yang bersih dari KKN
Agar agenda reformasi dapat dilaksanakan dan berhasil dengan baik, maka
perlu disusun strategi yang tepat, seperti:
1. Menetapkan
prioritas, yaitu menentukan aspek mana yang harus direformasi lebih dahulu dan
aspek mana yang direformasi kemudian.
2. Melaksanakan
kontrol agar pelaksanaan reformasi dapat mencapai tujuan dan sasaran secara
tepat.
Reformasi yang tidak terkontrol akan kehilangan arah, dan bahkan
cenderung menyimpang dari norma-norma hukum. Reformasi semacam ini akan
mengalami kegagalan. Dengan demikian, cita-cita untuk mem-perbaiki kehidupan
masyarakat Indonesia tidak akan berhasil.
Solusi kembali pada kebesaran negeri ini pasca reformasi
Untuk menumbuhkan pohon bangsa yang subur dan
berbuah serta tidak berhama, kita harus mengkaji, menganalisa dan memperbaiki
dari akar pohon tersebut sebagai penyebab berdiri dan runtuhnya pohon tersebut.
Atas pengertian tersebut diatas, pohon bangsa ini kita artikan terdiri dari,
pohon legislatif, ranting eksekutif dan daun-daun serta kembang-kembang
masyarakat berbangsa. Untuk menuju solusi Reformasi tak tercela menuju
kebesaran bangsa, kita sebagai pohon dalam satu kesatuan tidak dapat bekerja
sendiri-sendiri, akan tetapi kita mesti memiliki kesadaran bersama dalam fungsi
di peran masing-masing pohon tersebut. Meninjau bersama-sama terhadap akar yang
menjadi peranan terhadap tumbuh dan besarnya kita di pohon
tersebut. Apabila kita menyangkut pada akar permasalahan, maka kita tidak
dapat terlepas dari faktor norma dan spiritual yang menjadikan mekanisme
penyelesaiannya, dimana akar itu tidak terlihat, akan tetapi sangat menentukan!
Begitu pula penyelesaian secara norma dan spiritual, tidak bedanya dengan
fungsi akar terhadap pohon !!!.
Tiga peranan dalam penyelesaian pohon bangsa
yang akan menjadikan bangsa ini besar dan berkarisma adalah kesadaran serentak
dan bersama-sama antara pohon legislatif, dahan dan ranting eksekutif serta
daun dan kembang masyarakat berbangsa untuk merubah sikap dan memperbaiki
fungsi dan peran di pohon bangsa ini.
- Fungsi pohon legislatif (DPR-MPR) untuk
penyelesaian dan perbaikan bangsa adalah bagaimana peran legislatif untuk
merubah hukum produk luar digantikan menjadi hukum nurani kita yang bersumber
pada kehidupan madani tatatentrem kertoraharjo, silih asah silih asih silih
asuh dimana hukum kita mestinya hanya bersumber pada teguran dan pembinaan di
bawah pengawasan perwakilan sesuai idiologi bangsa ini dan tidak menghukumi
yang sifatnya memenjarakan, dimana status manusia, kita samakan dengan fungsi
hukuman terhadap binatang, dimana manusia bangsa ini direndahkan oleh aturan bangsanya
sendiri. Kita jangan takut dan minder oleh bangsa lain yang tidak memiliki akar
budaya sebagai manusia beradab !!!
- Fungsi dahan dan ranting pohon eksekutif
(pemerintahan) dalam penegakan wibawa dan pengayoman mengurus dan menata
kehidupan berbangsa, saya sarankan pemerintah mengadakan upacara ritual untuk
menyampaikan penghormatan, pengakuan dan rasa terima kasih kepada seluruh unsur
yang mendorong menjadikannya Negara ini berdiri dan diakui oleh bangsa-bangsa
lain. Hal ini perlu dilakukan agar seluruh komponen pemerintahan tidak terkutuk
dan kena imbas nasib para pendorong pendiri negara ini. Dimana saya melihat
nasib seluruh pimpinan Negara dan jajarannya dari yang terdahulu sampai saat
ini seperti mengalami nasib serupa, dimana setelah berkarya besar di dalam
peran kepemimpinannya diakhiri oleh nasib yang dicampakkan, ibarat habis manis
sepah dibuang. Dimana hal ini menunjukan citra pemerintahan Negara ini kurang
baik atas hal itu. Insya Alloh apabila norma penghargaan tersebut telah dijalankan,
akan lahir dan terlihat pemerintahan yang baik dan direstui, yang sepatutnya
setiap orang yang telah berperan dipemerintahan mendapat penghargaan dan
penghormatan yang layak.
- Peran dan fungsi perbaikan daun dan kembang
masyarakat di pohon bangsa ini adalah, Kami dari Paguron Syahbandar Kari Madi
siap memberikan peran pada kehidupan berbangsa dimana Kami siap pula memberikan
kekuatan batin spiritual kepada masyarakat bangsa ini untuk menjadikan bekal
kekuatan dalam kehidupan bagi seluruh masyarakat di bangsa ini, yang menjadikan
bangsa ini kelak dihormati dan dihargai, tentunya akan berpatokan pada perilaku
masyarakatnya yang handal, profesional dan mempunyai kekuatan spiritual yang
tinggi dan luhur.
Kami siap memberikan pola itu kepada seluruh elemen
bangsa agar bangsa ini dengan instant mendapat kekuatan izin hidup, focus pada
tujuan, penuh percaya diri, dapat memahami berbagai falsafah dan sinyal-sinyal
kehidupan serta dikabulnya apa yang di cita-citakan yang sebelumnya tidak.
Kekuatan ini diambil oleh formula jurus persenyawaan kita dengan Alam dan Tuhan
Yang Maha Kuasa yang sudah terimplentasi di 120 cabang Paguron Kami di seluruh
Nusantara dan Luar Negeri. Andai seluruh elemen bangsa ini mempunyai kekuatan
batin spiritual yang tinggi, sehat jiwa dan raganya, tenang hidup dan
pemikirannya, dibarengi oleh restu alam dan Tuhan dalam keseharian hidupnya,
entah akan menjadi apa Bangsa dan Negara ini.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pemerintahan
orde baru jatuh dan muncul era reformasi. Namun reformasi dan keterbukaan tidak
diikuti dengan suasana tenang, aman, dan tentram dalam kehidupan sosial ekonomi
masyarakat. Konflik antar kelompok etnis bermunculan di berbagai daerah seperti
Kalimantan Barat. Konflik tersebut dilatarbelakangi oleh masalah-masalah
sosial, ekonomi dan agama.
Rakyat sulit
membedakan apakah sang pejabat bertindak sebagai eksekutif atau pimpinan partai
politik karena adanya perangkapan jabatan yang membuat pejabat bersangkutan
tidak dapat berkonsentrasi penuh pada jabatan publik yang diembannya.
Banyak kasus
muncul ke permukaan yang berkaitan dengan pemberian batas yang tegas pada
teritorial masing-masing wilayah, seperti penerapan otonomi pengelolaan wilayah
pengairan.
Pemerintah
tidak lagi otoriter dan terjadi demokratisasi di bidang politik (misalnya:
munculnya parpol-parpol baru), ekonomi (misalnya: munculnya badan-badan umum
milik swasta, tidak lagi melulu milik negara), dan sosial (misalnya: rakyat
berhak memberikan tanggapan dan kritik terhadap pemerintah).
Peranan militer
di dalam bidang politik pemerintahan terus dikurangi (sejak 2004, wakil militer
di MPR/DPR dihapus).
Reformasi
merupakan gerakan moral untuk menjawab ketidak puasan dan keprihatinan atas
kehidupan politik, ekonomi, hukum, dan sosial:
1. Reformasi bertujuan untuk menata kembali kehidupan
berma-sayarakat, berbangsa, dan bernegara yang lebih baik berdasarkan
nilai-nilai luhur Pancasila.
2. Dengan
demikian, hakikat gerakan reformasi bukan untuk menjatuhkan pemerintahan orde
baru, apalagi untuk menurunkan Suharto dari kursi kepresidenan.
3. Namun,
karena pemerintahan orde baru pimpinan Suharto dipandang sudah tidak mampu
mengatasi persoalan bangsa dan negara, maka Suharto diminta untuk mengundurkan
secara legawa dan ikhlas demi perbaikan kehidupan bangsa dan negara Indonesia
di masa yang akan datang.
Gerakan
reformasi merupakan sebuah perjuangan karena hasil-hasilnya tidak dapat
dinikmati dalam waktu yang singkat.Hal ini dapat dimaklumi karena gerakan
reformasi memiliki agenda pembaruan dalam segala aspek kehidupan.
Oleh karena
itu, semua agenda reformasi tidak mungkin dilaksanakan dalam waktu yang
bersamaan dan dalam waktu yang singkat. Agar agenda reformasi dapat
dilaksanakan dan berhasil dengan baik, maka diperlukan strategi yang tepat,
seperti:
1. Menetapkan prioritas,
yaitu menentukan aspek mana yang harus direformasi lebih dahulu dan aspek mana
yang direformasi kemudian.
2. Melaksanakan
kontrol agar pelaksanaan reformasi dapat mencapai tujuan dan sasaran secara
tepat.
Saran
Untuk masyarakat indonesia khususnya generasi bangsa untuk lebih
menghargai perjuangan-perjuangan pahlawan terdahulu yang telah memperjuangkan
negara ini hingga merdeka, sehingga kita mempunyai rasa cinta terhadap negara.
Dan wujudkanlah negara yang tentram, damai dan sejahtera.
TULISAN BEBAS
1) Apa arti dan makna reformasi ?
Reformasi merupakan bagian dari dinamika masyarakat, dalam arti
bahwa perkembangan akan menyebabkan tuntutan terhadap pembaharuan dan perubahan
untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan perkembangan tersebut. Reformasi
juga bermakna sebagai suatu perubahan tanpa merusak (to change without
destroying) atau perubahan dengan memelihara (to change while
preserving). Dalam hal ini, proses reformasi bukanlah proses perubahan yang
radikal dan berlangsung dalam jangka waktu singkat, tetapi merupakan proses
perubahan yang terencana dan bertahap.
Makna reformasi dewasa ini banyak disalah artikan sehingga
gerakan masyarakat yang melakukan perubahan yang mengatasnamakan gerakan
reformasi juga tidak sesuai dengan gerakan reformasi itu sendiri. Hal ini
terbukti dengan maraknya gerakan masyarakat dengan mengatasnamakan gerakan
reformasi, melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan makna reformasi itu
sendiri.
Secara harfiah reformasi memiliki makna suatu gerakan untuk
memformat ulang, menata ulang atau menata kembali hal-hal yang menyimpang untuk
dikembalikan pada format atau bentuk semula sesuai dengan nilai-nilai ideal
yang dicita-citakan rakyat.
2) Apa yang harus kita perbuat dalam membangun bangsa dan negara
mrnuju tujuan nasional ?
Membantu dan ikut serta dalam perbaikan lingkungan sosial atau
kebutuhan negara. Dan masuk sebagai Prinsip-prinsip sebagai berikut:
a. Prinsip Bhineka Tunggal Ika
Prinsip ini mengharuskan kita mengakui bahwa bangsa Indonesia
merupakan bangsa yang terdiri dari berbagai suku, bahasa, agama dan adat
kebiasaan yang majemuk. Hal ini mewajibkan kita bersatu sebagai bangsa
Indonesia.
b. Prinsip Nasionalisme Indonesia
Kita mencintai bangsa kita, tidak berarti bahwa kita
mengagung-agungkan bangsa kita sendiri. Nasionalisme Indonesia tidak berarti
bahwa kita merasa lebih unggul daripada bangsa lain. Kita tidak ingin
memaksakan kehendak kita kepada bangsa lain, sebab pandangan semacam ini hanya
mencelakakan kita. Selain tidak realistis, sikap seperti itu juga bertentangan
dengan sila Ketuhanan Yang Maha Esa dan Kemanusiaan yang adil dan beradab.
c. Prinsip Kebebasan yang Bertanggungjawab
Manusia Indonesia adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Ia
memiliki kebebasan dan tanggung jawab tertentu terhadap dirinya, terhadap
sesamanya dan dalam hubungannya dengan Tuhan Yang maha Esa.
d. Prinsip Wawasan Nusantara
Dengan wawasan itu, kedudukan manusia Indonesia ditempatkan
dalam kerangka kesatuan politik, sosial, budaya, ekonomi, serta pertahanan
keamanan. Dengan wawasan itu manusia Indonesia merasa satu, senasib
sepenanggungan, sebangsa dan setanah air, serta mempunyai satu tekad dalam
mencapai cita-cita pembangunan nasional.
e. Prinsip Persatuan Pembangunan untuk Mewujudkan Cita-cita
Reformasi
Dengan semangat persatuan Indonesia kita harus dapat mengisi
kemerdekaan serta melanjutkan pembangunan menuju masyarakat yang adil dan
makmur.
3) Dalam mengeluarkan pendapat apakah batas – batas yang harus
dijaga, supaya tidak mengganggu stabilitas nasional ?
Mengeluarkan pendapat dengan cara musyawarah dan
mufakat. Dalam hukum Internasional, kebebasan mengemukakan pendapat di
muka umum, dibutuhkan tiga batasan, yakni :
- Sesuai dengan hukum yang berlaku
- Punya tujuan baik yang diakui masyarakat
- Keberhasilan dan suatu tujuan sangat diperlukan
4) faktor – faktor apakah yang mendorong terjadinya gejolak
seperti sekarang ini ?
Banyak melakukan tindakan – tindakan negatif, tidak sesuai
dengan norma dan aturan – aturan yang ada. dan Pergerakan Reformasi yang
dicetuskan pada era 1997-1998 memang telah mengubah hampir seluruh aspek dari
kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia Sistem Politik, pemerintahan,
ekonomi, bahkan pendidikan mengalami perubahan yang cukup fundamental sejak
pergerakan yang mampu mengakhiri eksistensi rezim Soeharto tersebut menegaskan
diri di Indonesia. Dengan perubahan-perubahan tersebut, mencuatlah harapan dan
keinginan dari semua pihak untuk memajukan (kembali) kehidupan bangsa
sebagaimana telah diamanatkan oleh para founding fathers kita dalam Mukadimah
UUD 1945.
5) bagaimana pendapat anda kebebasan berbicara yang terjadi
akhir- akhir ini dari sudut pandang etika. Dan bagaimana semestinya ?
Berbicara dengan seenaknya, berbicara tanpa musyawarah dan
mufakat, tanpa dirundingkan terlebih dahulu. Bila kita Mengikuti
Perjalanan Pasal 28 UUD 1945 , secara tidak langsung kita telah mengikuti
pasang dan surutnya yang sejalan dengan kehidupan berdemokrasi di Indonesia.
Tidak ada salahnya bila kita sebagai warga Negara Indonesia mengikuti perjalanan
Pasal 28 UUD 1945 tersebut serta dari mana sebenarnya bermula. Pasal 28 ini
merupakan dari ide cemerlang Bung Hatta dengan Konsep aslinya berbunyi,
Hak rakyat untuk menyatakan perasaan dengan lisan dan tulisan, hak
bersidang dan berkumpul, diakui oleh negara dan ditentukan dalam Undang-Undang.
Adapun Pasal 28 yang merupakan pasal asli UUD 1945 dan tetap dipertahankan,
sebagai sebuah pasal dalam UUD setelah perubahan berbunyi: Kemerdekaan
berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan
sebagainya ditetapkan dengan undang-undang. Dari rumusan tersebut yang
berkaitan dengan kebebasan berbicara adalah bagian kalimat yang berbunyi,
“mengeluarkan pikiran dengan lisan. Di dalam UUD 1945 dalam pasal 28E juga
menerangkan seperti berikut Setiap orang berhak atas kebebasan
berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar